Melihat genangan air hujan di jalanan perkotaan, areal pesawahan petani dan komplek perumahan, makin diyakini kalau sampah menjadi penyebab tersumbatnya aliran air ke hilir. Tanpa pengelolaan, sampah akan menjadi masalah, bukan saja merugikan pembangunan suatu kota, namun sudah menjadi kerugian dari individu, keluarga dan masyarakat sendiri.
Kemacetan lalulintas akibat tergenangnya jalanan oleh air, memaksa pengendara mobil menghabiskan bahan bakar dan waktu ber jam-jam di jalanan. Tergenangnya sawah, membuat petani kehilangan biaya tanam dan pemeliharaan padi. Banjir di perumahan telah merusak peralatan rumah tangga, menghilangkan berkas penting dan membuat kehidupan rumah tangga dan keluarga menjadi susah.
Pendeknya, perilaku kita semua terhadap keberadaan sampah, dengan tidak mengelolanya pada sumber dimana timbulnya, kemudian bahkan, malahan dibuang ke sungai, selokan, saluran air perkotaan dan jalanan, akan kembali merugikan kita semua. Cara pandang kita kepada sampah seperti itu, tidak ubahnya dengan perilaku kaum primitif. Ketika ilmu pengetahuan dan tingkat budaya suatu komunitas, belum memberi pencerahan tentang manfaat dari suatu pengelolaan sampah, serta kerugian jika membiarkannya, dapat dimengerti ketika kita memperlakukan sampah, adalah membuangnya. Karena, hanya komunitas dan bangsa berbudaya maju, yang menyadari dan mengerti kalkulasi sosial dari manfaat dan kerugian akan suatu material. Tanpa menyadari keterpakaian dan kegunaan material, sisa aktifitas manusia, yakni berupa sampah tersbut, kita harus rela disebut sebagai komunitas dan bangsa yang masih primitif. Jika tidak rela disebut demikian, ayo dong kelola sampah di sumber dimana tempat awal timbulannya*)
Selanjutnya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar